UNRI Bentuk Pansel Satgas  PPKS, Mengacu Permendikbudristek Nomor 30/2021

UNRI Bentuk Pansel Satgas  PPKS, Mengacu Permendikbudristek Nomor 30/2021

KLIKCERDAS.COM, PEKANBARU - Universitas Riau (UNRI) sedang proses pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Satgas PPKS di perguruan tinggi merupakan amanah Peraturan Menteri Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021.

Demikian diinformasikan Koordinator Humas UNRI,  Rioni Imron, Senin (29/11/2021). "Sedang proses pembentukan Satgas PPKS sebagaimana yang diamanatkan Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021," ujar Rioni.

Pembentukan Satgas PPKS UNRI menurutnya dilakukan secara maraton. Beberapa kali dilakukan rapat antar pimpinan di lingkungan rektorat UNRI. 

Pembentukan Satgas dikatakan Riona akan diawali dulu dengan pembentukan panitia seleksi (Pansel). Pembentukan pansel sudah beberapa kali dilakukan. 

"Pertemuan dilakukan dari unsur pimpinan UNRI dan beberapa pihak terkait untuk mengarah ke draf pembentukan pansel. Ada beberapa unsur yang dilibakan dalam satgas PPKS. Salah satunya unsur mahasiswa yang mungkin komposisinya sampai 50 persen," ungkap Rioni.

Rioni juga menyebutkan, UNRI juga mempersiapkan draf Peraturan Rektor  tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan UNRI.  

Sebelumnya, seluruh kampus negeri dan swasta, diminta segera membentuk satgas PPKS paling lambat Juli 2022.

Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menargetkan 30 persen Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sudah memiliki satgas pada Februari 2022. Lalu pada Maret-Juni mencapai 60 persen hingga Juli 2022, 100 persen PTN sudah memiliki satgas PPKS.

Ia mengatakan, khusus Perguruan Tinggi Swasta atau PTS, juga diharapkan hal yang sama.

"Sedangkan untuk Perguruan Tinggi Swasta kita mengharapkan hal yang sama, Februari 30 persen sudah membuat satgas, dan akhir Juli sampai 100 persen," terang dia dalam tayangan Merdeka Belajar episode 14 Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, beberapa waktu lalu. 

Untuk Perguruan Tinggi Swasta, pembentukan satgas bisa dilakukan di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) masing-masing wilayah. Mengapa satgas untuk PTS dilakukan di LLDikti, Nadiem menjelaskan hal Ini untuk mengatasi masalah sumber daya di PTS.

“Kami mengerti PTS memiliki keterbatasan sumber daya. Namun, kami tetap berharap PTS membentuk sendiri, dan perguruan tinggi yang di bawah yayasan, terpadu, bisa membentuk satu satgas di tingkat yayasan,” imbuhnya.

Nadiem menerangkan tujuan satgas untuk melakukan investigasi kekerasan seksual di dalam kampus. Menurutnya, penting bagi perguruan tinggi melindungi mahasiswa, dosen, dan segenap sivitas akademika dari kekerasan seksual.

"Kalau tidak ada sanksi, tidak mungkin jera dan kita tidak mungkin itu artinya perguruan tinggi tidak mementingkan untuk memprioritaskan keamanan mahasiswa dan dosen dalam kampus, jadi luar biasa pentingnya untuk melihat sanksi," katanya.

Dia mengapresiasi perguruan tinggi yang berupaya untuk transparan dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual dengan transparan. Sebab mayoritas kasus kekerasan seksual di kampus justru tidak dilaporkan dan sulit ditangani.

"Kita akan memberikan cap jempol kepada kampus-kampus yang terbuka, yang menuntaskan investigasi mereka, bukan yang menutup-nutupi. Ini adalah paradigma baru kita sekarang," jelasnya.

Nadiem mengungkapkan, ada survei internal dan eksternal di 79 kampus dari 26 kota telah terjadi kasus kekerasan seksual. Ini belum survei lain yang telah dilakukan Komnas Perempuan yang menyebut, kekerasan di tingkat perguruan tinggi memiliki aduan yang cukup banyak.

Apalagi, saat dilakukan survei kepada dosen, 77 persen responden menyebut ada kekerasan seksual yang terjadi di dalam kampus. 60 persen survei, menyebut tidak pernah melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Bagi korban, jika ingin melapor kepada satgas telah diatur pada pasal 39.Pada ayat 1, pelaporan Kekerasan Seksual dilakukan oleh Korban dan/atau saksi pelapor. (Kha)